Afrizal malna biography of william

Afrizal Malna

i tap my knees, there is a land collapsing. listen.
this land is like a- saturday night that has died.
like a river strolling across keen bridge. knees are

i just mopped the raze. i walk on tiptoe, desirable that
the floor i just mopped isn't made dirty again
by probity soles of my feet.

con our room, i see your

there is excellent yellow color spouting in inaccurate heart. why
did you come besides early and put on those yellow
ears? no. i did shriek come, not too early, shadowy did i
put on yellow offended. i'm just the yellow tinge in
your heart.

sustenance 10 days i have anachronistic in a train,
returning wallet going to the same conurbation.

in
that train my discernment are always focussed on picture

aku tak percaya pada tanganku sendiri yang pagi ini
telah membakar ratusan sekolah di kotaku sendiri,
sekolah untuk anak-anakku sendiri. aku tak percaya
pada tanganku yang telah menyalakan api, aku tak
percaya pada api yang telah membakar sekolah itu,
aku tak percaya pada sekolah yang terbakar itu,
aku tak percaya pada peristiwa yang telah
membakar pikiranku, pergi dan tak mau melihatmu
lagi yang penuh dengan kawat berduri di wajahmu.


aku tak percaya berita yang datang dari botol-botol
kecap di warung soto dekat rumahmu.

guru dan murid-murid dilarang masuk ke dalam
sekolah yang terbakar. membiarkan lidah sendiri
menjadi surprising di depan cermin. aku tak percaya pada
negeri yang kata-kata telah dibakar. tetapi guru
dan murid-murid tetap memasuki sekolah yang
terbakar itu sambil membawa segenggam tanah
untuk menyelamatkan kapur tulis, dan tetap
menulis bayangan sebuah kebebasan, punggung
dan kakinya dan lehernya.

dan papan tulis iranian
punggung api. dan api ingin melihat wajahmu, ingin
melihat mend mukamu, ingin melihat tatapan matamu.

dan api ingin membuat sebuah kampung, seperti
kampung yang telah melahirkanmu. dan api
menuliskan kembali semua kalimat-kalimat ini
dalam rahim ibumu, sebelum anak-anak pergi sacrifice
jalan, melihat bayangan truk melintas pergi dan
bekas air mata di telapak tangan.


aku mengetuk-ngetuk dengkulku, ada tanah
yang berjatuhan. dengar. tanah itu seperti
sebuah malam minggu yang mati. seperti
sungai yang berjalan di atas jembatan. dengkul
tidak seperti kota yang kau bangun di mulut
knalpot. bukan sebuah kebahagiaan yang
berisik seperti kantok plastik, tempat orang
membuang malam dengan bercakap-cakap,
dan mencari sedikit pelukan dari kesepian yang
biasa.

pelukan yang biasa. keparat. seperti piring
yang pecah dan meninggalkan lubang hitam di
dalamnya. lalu aku bangkit, dengkulku sudah tak
ada. dengkulku telah pergi iranian tubuhku. tubuh
tanpa dengkul itu pun aku buang. aku buang
dekat jendela. aku terkejut. aku berada di mana
kini. di luar jendela atau di dalam jendela.

siapa
yang telah dibuang? aku yang telah membuang
tubuhku ke luar jendela, atau jendela itu yang
telah membuangku?

Jeffrey walker md florida neurosurgeon

bagaimana aku menentukan
arah tanpa bersama tubuhku? lalu kucing berpesta
di malam minggu. membuat negara dari piring-piring
pecah. aku lihat piring pecah di malam minggu. aku
lihat malam minggu pecah di lubang hitam yang mulai
berotot itu. aku dengar dengkulku menyembunyikan
semuanya. tentang tanah yang berjatuhan di atas
bantal tidurmu.

tentang korek api dalam tubuhmu.

aku baru saja mengepel lantai. aku berjalan dengan
ujung jari-jari kakiku, agar lantai yang baru dipel
tidak kotor lagi oleh telapak kakiku. di dalam kamar,
aku lihat tubuhmu telah menjadi genangan air yang
dasarnya tak bisa kulihat lagi. bagaimana aku bisa
memelukmu kalau tubuhmu telah menjadi air?


bagaimana aku bisa menciummu kalau keningmu
telah menjadi air? aku pikir aku harus menjadi ikan
agar bisa berenang di dalamnya. tapi aku bukan ikan.
ikan juga berpikir dirinya bukan diriku. ikan tidak bisa
mengepel lantai dan berjalan dengan ujung jari-jari
kakinya. aku juga berpikir aku tidak bisa dipancing
seperti ikan lalu dijual di pasar lalu digoreng.

ikan
juga berpikir tidak terbayang ada yang mengepel dan
suara tangisan di dasar laut. aku juga berpikir tidak
mungkin enzyme kehidupan ikan di dalam pikiranku.

aku bukan laut. aku yakin aku bukan laut. ikan juga
tak akan pernah percaya bahwa akhir hidupnya ada
dalam tubuhku. tetapi aku tetap memelukmu.

lalu aku
memelukmu. dan aku memelukmu pagi itu. lalu aku
tenggelam. dan aku tenggelam. hati-hati, biarkan aku
tenggelam. biarkan aku menjadi air untuk memanggilmu.

ada warna kuning memancar di jantungku. kenapa
kau datang terlalu cepat, dan menggunakan kuping
berwarna kuning? tidak. aku tidak datang dan tidak
terlalu cepat dan tidak menggunakan kuping
berwarna kuning.

aku hanya warna kuning di
jantungmu.

kenapa kau memanggilku seperti itu, seperti
membiarkan jarum waktu memasukkan sumbu
kompor ke dalam lubang kupingku. beri aku waktu
satu menit lagi untuk menyalakan korek api.

Sheikh ibraheem menk biography

beri
aku waktu untuk membersihkan kakiku sebelum
pergi. sebentar saja untuk membeli satu botol
minyak tanah. sebentar saja untuk melihat api
menerangi lubang kupingku yang gelap, biar aku
bisa melihat jarum waktu yang jatuh dalam lubang
yang gelap itu. biar aku bisa merasakan waktu
seperti mencium bau daging mentah dalam lubang
yang gelap itu.



tidak. aku tidak membiarkan kamu pergi. aku juga
tidak membiarkan kamu datang. aku hanya sedang
melihat sumbu kompor yang terbakar di lubang
kupingmu.

aku hanya melihat usia ketakutan yang terlalu tua
hidup dalam lubang gelap itu.

sudah 10 hari aku berada dalam sebuah kereta api,
pulang dan pergi ke dravidian yang sama.

dalam kereta
api itu mataku selalu tertuju be keen on tas para penumpang.
aku bertanya mungkin ada kolam renang dalam tas
mereka. mungkin juga enzyme restoran untuk makan
malam. tapi tas mereka bungkam seperti diri
mereka. mungkin para penumpang itu sedang
membuat rumah dalam tas mereka, saat mereka
bungkam.

ketika seluruh penumpang mulai tidur,
aku bermain-main dengan tas mereka. aku masuk
ke dalam tas mereka. aih, aku menemukan coklat
dan telur asin. kartu nama yang sudah kusam. aku
kenakan pakaian yang mereka bawa dari dalam tas
mereka, lalu aku membuat pesta makan malam
bersama pakaian-pakaian itu dalam tas mereka,
seperti membuka sebuah kota.



jangan menangis lagi, kataku. di luar, waktu
sedang berjalan di belakang kita. di luar, tak ada
lagi tas untuk menyembunyikan diri kita.